Legislator Soroti Rendahnya ‘Tax Ratio’ Indonesia Pasca 10 Tahun Reformasi Perpajakan

02-08-2022 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo. Foto: Munchen/nvl

 

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menyoroti rendahnya Tax Ratio Indonesia pasca 10 tahun reformasi perpajakan. Menurutnya, berdasarkan data Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) per 2020, Tax Ratio Indonesia berada di angka 10,1 persen, hanya lebih baik dari Bhutan dan Laos. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata negara OECD, yaitu 33,5 persen.

 

“Jadi yang menjadi PR besar kita bahwa sampai saat ini sudah 10 tahun lebih reformasi perpajakan dilakukan itu adalah masalah Tax Ratio kita,” ujar Andreas yang dikutip Parlementaria dari diskusi virtual yang diselenggarakan oleh salah satu lembaga riset, Minggu (31/7/2022).

 

Meskipun demikian, tambahnya, jika dilihat lebih jauh, rendahnya tax ratio ini tidak berbanding lurus dengan tren peningkatan PDB per kapita Indonesia. “Kalau kita lihat PDB per kapita kita itu naik. Jadi di mana sebetulnya letak utama gap ini. Ini yang sebenarnya menjadi PR besar kita,” tanya Andreas.

 

Politisi PDI-Perjuangan itu menilai gap tersebut terjadi, salah satunya, karena tingkat pekerjaan informal yang tinggi. Di mana 56 persen ekonomi Indonesia disumbang dari UMKM atau berasal dari 56,4 juta penduduk Indonesia yang belum terdata dengan baik dalam sistem perpajakan.

 

“Nah ini yang kita sudah usahakan, agar gap ini kita tutup melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sudah disahkan. Di antaranya bahwa semua kita masukkan ke dalam sistem seperti yang selama ini ada di PPN. Walaupun dalam PPN juga ada fasilitas nol persen sebagai sebuah pengecualian,” urai legislator dapil Jawa Timur V itu.

 

Diketahui, tax ratio adalah cara untuk mengukur kondisi perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Melalui tax ratio, akan tergambar seberapa besar pajak yang dapat dihimpun pemerintah dari kegiatan ekonomi yang terjadi di negaranya.

 

Tax ratio yang menggunakan rekomendasi dari OECD dimaknai sebagai semua penerimaan yang dibayarkan warga negara kepada negaranya, sehingga turut mencakup Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari sektor Sumber Daya Alam (SDA) dan pajak daerah. (rdn/sf)

BERITA TERKAIT
Lonjakan Kenaikan PBB-P2 Dampak Pemangkasan DAU dan Tuntutan Kemandirian Fiskal
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)...
Pidato Ambisius Presiden Harus Menjadi Nyata, Realistis, Terukur, dan Berpihak kepada Rakyat Kecil
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendukung penuh target ekonomi Presiden Prabowo 2026...
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...